PDM Kabupaten Tegal - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Tegal
.: Home > Artikel

Homepage

Zakat Yang Memberdayakan

.: Home > Artikel > PDM
02 Juni 2016 15:23 WIB
Dibaca: 1553
Penulis : H. Arief Azman, SE. (Ketua PDM Kabupaten Tegal)

DALAM Al Qur’an, perintah sholat selalu diiringi dengan perintah menunaikan zakat. Ini artinya Islam sangat memperhatikan keseimbangan dalam amal yang tidak hanya secara vertical (habluminallah) tapi juga secara horizontal (hablumminannas). Sehingga kedudukan sholat dan zakat sama sama memiliki fungsi yang penting bagi jiwa manusia muslim. Orang yang selalu menegakkan sholat tentu akan selalu tergerak menunaikan zakat.

 

Dalam Al Qur’an surat At-Taubah (103) Allah berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

Ayat di atas menjadi salah satu landasan perintah mengeluarkan zakat bagi manusia muslim yang sudah memenuhi ketentuan. Dan zakat dikelola oleh amil atau petugas yang ditunjuk oleh sebuah lembaga atau organisasi. Hakekatnya dengan dibentuknya amil atau lembaga zakat maka diharapkan pengelolaan zakat akan lebih adil dan merata dalam pembagiannya, sebagaimana dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60.

 

“Sesungguhnya harta zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang sedang dilembutkan hatinya (untuk Islam), budak (yang akan memerdekan dirinya), orang-orang yang berhutang, sabilillah, dan Ibnu Sabil. Semua itu merupakan kewajiban dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah 60).

 

Mengapa Zakat Harus lewat Lembaga?

 

Jika merujuk pada ayat 60 surat At-Taubah, peruntukkan zakat dibagi kepada 8 asnaf, salah satunya adalah amil (panitia zakat), sehingga peran lembaga zakat sangatlah penting dalam mengelola dana zakat. Kehadiran lembaga zakat saat ini telah diatur oleh UU zakat no 23 tahun 2011, sehingga legalitas secara hukum sudah syah. Dengan zakat melalui lembaga yang resmi akan membantu dalam memberikan solusi permasalahan ummat, pentashorufan kepada mustahik akan lebih adil dan merata. Bahkan sangat dimungkinkan adanya perubahan sosial yang sangat signifikan dengan memberikan zakat untuk dana produktif sehingga yang tadinya mustahik (penerima zakat) menjadi muzzaki (orang yang berzakat).

 

Program pendampingan yang produktif seperti modal usaha, pemberian pelatihan, beasiswa dan lain lain sedikit banyak akan berpengaruh pada mental manusia yang miskin dan terbelakang akan menjadi manusia produktif , sehingga jurang antara si kaya dengan si miskin akan terkikis. Sebagaimana disinggung juga oleh Afzalurrrahman, bahwa keberadaan zakat pada akhirnya akan mampu meneguhkan perasaan persaudaraan antara orang kaya dan orang yang tidak punya. Bila kesejahteraan sosial terwujud maka sudah tentu jurang antara kaya dan miskin sedikit demi sedikit akan tertutupi (Afzallurahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).

 

Kemiskinan bukanlah permasalahan kesadaran orang kaya akan pentingnya harta zakat. Akan tetapi juga disebabkan oleh krisis mental orang miskin yang malas untuk bangkit yang telah melanda sebagian besar masyarakat muslim saat ini. Jika kita berkaca kembali pada Al Qur`an, sebenarnya Allah SWT telah menjelaskan pada umat islam bahwa kemiskinan tidak datang dari sang pencipta akan tetapi kemiskinan datang dari manusia itu sendiri.

 

Di antara gambaran Al-Qur`an yang berkaitan dengan sifat manusia yang menyebabkan kemiskinan misalnya, pertama, Q.S. An Nahl : 112 yang menceritakan suatu negeri yang diberi rasa lapar dan ketakutan sebagai balasan dari sifat “kufur nikmat” atau tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Kedua, Q.S. Al Ma’arij: 19 – 21 yang menjelaskan tentang mudahnya manusia putus asa dan lemahnya etos kerja. Zakat merupakan sistem ekonomi umat Islam. Dengan pengelolaan yang baik pada akhirnya zakat akan mampu membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity (Ahmad Muflih Saefuddin, Pengelolaan zakat ditinjau dari aspek ekonomi, Bontang, Badan Dakwah Islamiyah, LNG, 1986, p.99). Selain itu dalam zakat mengandung nilai-nilai sosial, politik, moral dan agama sekaligus. Hal ini dapat dilihat dari segi manfaat yang akan dirasakan baik oleh pemberi maupun penerima zakat.

 

Zakat ialah kekayaan yang akan menjamin orang yang tidak mampu bekerja. Inilah cara untuk memberi pertolongan kepada mereka yang lemah atau sakit, anak yatim dan mereka yang perlu pertolongan. Prinsip yang terkandung dalam zakat cukuplah sederhana yaitu apabila engkau telah cukup untuk hari ini tolonglah orang lain agar orang menolongmu, apabila esok engkau tidak punya maka tidak perlu engkau bingung.

 

Menuju Lazis yang Dipercaya

 

Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebuah lembaga zakat harus mengedepankan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas. Kesadaran masyarakat untuk berzakat lewat lembaga juga harus terus didorong lewat sosialisasi yang berkesinambungan dan terpadu. Lazis mempunyai peluang yang besar dalam mengelola dana zakat jika kesadaran masyarakat muslim yang sudah berkewajiban berzakat mau untuk menitipkan zakatnya lewat amil. Bahkan jika perlu ada penekanan yang serius dari lazis sebagaimana dulu zaman Abu Bakar memerangi orang yang enggan berzakat. Semoga bulan Ramadhan ini menjadi momentum bagi kita untuk menumbuhkan kesadaran dalam berzakat. Aamiin. (mf)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website